Miris, sedih, kesal, geram, dan tentu saja marah setiap kali ada berita seputar kebiadaban Israel. Israel memang tak bisa dibiarkan. Mereka sudah menjajah dan merampok tanah Palestina. Aksi barbar yang dilakukan militer Israel terbaru adalah ketika mereka menembaki konvoi kapal dengan misi kemanusiaan untuk Gaza, Freedom Frotilla pada 30 Mei 2010 lalu dan menewaskan 16 orang dan puluhan relawan terluka. Dalam konvoi kapal itu ada sekitar 700 relawan dari 50 negara. 12 orang di antaranya ada WNI. Beragam profesi pula. Intinya, membawa bantuan media dan makanan untuk kaum muslimin di Gaza.
Bro, menyaksikan Palestina saat ini memang membikin sedih dan marah. Tapi kita tak bisaberbuat banyak. Jangankan kita, para pemimpin dunia Islam saja beraninya hanya mengutuk. Padahal, seharusnya mengirim ribuan pasukan untuk menghancurkan negeri Yahudi itu.
Padahal dulu, ketika penggagas negara Israel, Theodore Hertzl meminta tanah Palestina di tahun 1897, dia mendapatkan jawaban yang tegas dari Khalifah Abdul Hamid II, “Tanah itu bukan milikku, tetapi milik ummatku.” Konon saking murkanya, sang khalifah juga meludahi wajah Hertzl. Merasa tidak mungkin mendapatkan Palestina, Hertzl kemudian melakukan kerja sama dengan Inggris untuk merampas tanah Palestina dan melakukan persekongkolan untuk memecat Abdul Hamid II dari jabatan Khalifah.
Palestina memang telah lama menjadi bagian tanah air kaum muslimin. Bahkan Baitul Maqdis pernah menjadi kiblat pertama kita sebelum dialihkan ke Ka’bah. Dan status Palestina sebagai milik umat Islam semakin kokoh melalui perjanjian yang dibuat Amirul Mukminin Umar bin Khaththab dengan orang-orang Kristen Palestina. Saat itu Khalifah Umar membuat perjanjian yang terkenal dengan nama Al Ihdat Al ‘Umariyyah (perjanjian Umar), yang berbunyi, “…atas nama Islam dan kaum Muslim. Isinya antara lain, ‘Tidak boleh seorang Yahudi pun tinggal bersama kaum muslimin di Baitul Maqdis.” (Ibnu Jarir Ath Thabari, Tarikhul Umam wal Muluk, pada judul “Iftitah Baitul Maqdis”—Penaklukan Baitul Maqdis).
Setelah Khilafah Islamiyyah (pemerintahan Islam) runtuh orang-orang Yahudi seperti mendapat angin untuk kembali mendapatkan tanah Palestina. Dengan dukungan Inggris, Amerika dan PBB mereka mendirikan negara Israel Raya. Anda bisa simak bagaimana para pentolan Yahudi ‘bersuara’ untuk mengesahkan tindakan brutal mereka dalam merampok tanah Palestina. “Negeri ini berdiri semata-mata akibat janji Tuhan sendiri. Oleh karena itu, meminta pengakuan atas keabsahannya tentulah tindakan yang menggelikan,” teriak Golda Meir, PM wanita Israel pertama dengan sewotnya. “Negeri ini telah dijanjikan kepada kita dan karena itu berhak sepenuhnya atas tanah itu,” ujar Menachem Begin. Brur, Begin-lah orang yang berhasil menggiring Presiden Anwar Sadat ke meja perundingan Camp David yang penuh tipu daya Amerika dan Israel untuk membodohi rakyat Mesir dan kaum muslimin.
Satu suara dengan teman-temannya, Moshe Dayan, jenderal Israel yang terkenal keji dan selalu bermata satu berkomentar tak kalah menyakitkan, “Jika terdapat buku injili, serta bangsa injili, maka haruslah ada pula negeri injili,” Dan ada satu lagi pernyataan yang bikin ‘gerah’ kita, “Negeri ini merupakan rumah historis bangsa Yahudi,” demikian pernyataan dalam memorandum organisasi Zionis tahun 1919.
Tapi benarkah alasan mereka itu? Bohong besar! Dr. Roger Geraudy, seorang intelektual Nasrani asal Perancis yang kemudian masuk Islam, berkomentar, “Ia sama sekali tidak mempunyai keabsahan, baik secara historis, injili, maupun yuridis untuk berdiri di tempat yang ia tegakkan sekarang ini,” tegasnya dalam buku yang ditulisnya, The Case of Israel a Study of Political Zionism.
Jadi dengan demikian memang tanah Palestina itu adalah milik kita, bukan milik “bangsa kera” itu. Setiap jengkal dari tanah milik kaum muslimin tidak boleh dikuasi oleh orang-orang kafir. Nekat menjarahnya, berarti urusannya darah. Kita tegas aja, Bro!
Posting Komentar