Inilah Bibi Aisha. Fotonya yang ‘mengerikan’ dinobatkan menjadi pemenang World Press Photo 2011, akhir pekan ini. Wajah Aisha ini muncul dalam majalah bergengsi Time. Ia difoto oleh Jodi Bieber.
Hidung dan telinga Bibi Aisha dipotong. Uniknya, penyebab hidung Aisha itu menjadi salah satu skandal jurnalisme. Karena Time melaporkan, Aisha disiksa Taliban. Ternyata pernyataan Time itu SALAH TOTAL.
Komisi HAM Afghanistan (AIHRC) menegaskan, Aisha adalah korban kekerasan keluarga. Setelah berbicara dengan dokter-dokter yang merawat Aisha, reporter Radio Nederland, Bette Dam, juga memastikan bahwa mutilasi gadis tersebut tidak dilakukan oleh Taliban.
Ayah Tirinya Yang Melakukan
Ayah tirinyalah yang diduga melakukan hal itu, sebagai hukuman karena Aisha beberapa kali kabur dari rumah dan melarikan diri dari suaminya yang kejam. Aisha dikawinkan pada usia 12 tahun. Padahal menurut undang-undang usia minimal untuk menikah adalah 16 tahun.
Suster yang merawat Aisha bercerita, sudah hampir seumur hidup ia bekerja rumah sakit, di Tarin Kowt, ibukota Uruzgan. Ia juga ada di sana ketika Aisha yang dimutilasi datang dengan ibunya dari lembah Chora pada tengah malam Agustus 2009.
Hidungnya dipotong. Telinganya juga. Terlihat mengerikan sekali, namun bukan hal yang tak biasa, kata suster. Ia sering sekali menemui pasien perempuan dalam keadaan mengenaskan. Penyebabnya? Pertengkaran keluarga, pembalasan dendam. Sudah sejak dulu hal macam ini terjadi. Selama pemerintahan Taliban, juga pada masa invasi Amerika.
“Siapa yang membuatnya begini?” tanya Dam.
Suster itu membisu. Direktur rumah sakit berpendapat, sang suster terlalu banyak omong. Ia memandang suster dengan tatapan tajam. Suster pun tak berani lagi mengatakan apa pun soal Aisha.
Aisha jadi terkenal di seluruh dunia. Tanpa penyelidikan apa pun jurnalis majalah Time membuatnya jadi ikon yang melegitimasi kehadiran Amerika di Afghanistan. Mereka yakin: Aisha disiksa Taliban?????????.
“What happens if we leave Afghanistan – Inilah yang terjadi jika kita meninggalkan Afghanistan.” Pesan ini dicetak di samping wajah Aisha yang tak lagi sempurna. Dunia terkejut. Taliban kurang ajar! Hajar mereka! Kirim lebih banyak pasukan!
Suster tadi tahu, bukan Taliban yang memotong hidung dan telinga Aisha. Begitu pula Komandan Special Forces Amerika yang membawa gadis itu ke rumah sakit tentara untuk perawatan lebih lanjut. Namun setelah publikasi “simbol perang” – suster tak lagi berani buka mulut.
Di Kabul, Dam berbicara dengan beberapa orang mengenai bagaimana peliputan Time terjadi. Banyak kritik mengenai hal ini. Namun tidak sampai ke publik luas.
Tentu saja, kelompok oposisi di Afghanistan penuh kekerasan. Apalagi kalau tentara bersembunyi di lembah. Namun sulit untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk di sana.
Akhirnya tersangka penyiksaan Aisha ditangkap. Dan ayahnya menyangkal terlibat dengan Taliban, pernyataannya didukung Komisi HAM Afghanistan.
Sudah waktunya jurnalis Time minta maaf atas artikel dan kesimpulan tak berdasarnya.
Permintaan maaf itu juga harus dicetak di koran-koran Afghanistan. Disiarkan lewat radio-radio Afghanistan. Karena pemberitaan seimbang mengenai Afghanistan sangat diperlukan.
Foto yang jadi sampul majalah Time 1 Agustus 2010 tersebut mengejutkan dunia. Sementara itu Aisha sekarang sudah menjalani operasi plastik di Amerika Serikat dan bermukim di negara tersebut.
Posting Komentar