"Setelah ada penculikan atau pencucian otak, setelah ada warga yang melapor kehilangan baru dicari, padahal itu kan ada peran intelijen, intelijen pasti tahu, tak mungkin tidak terdeteksi," ujar Amidhan usai diskusi di gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/4/2011).
Menurut Amidhan, isu terkait NII ini jelas sudah melanggar NKRI karena ada negara dalam negara. "Sekarang ini kalau sudah jelas nyata tindak kriminalitas baru ditindak," ujarnya.
Kalau dibiarkan saja ini justru membahayakan dan penyebarannya akan semakin meluas. "Padahal itu ada tap MPR dan UU. Ada UU, tidak boleh lagi menyebarkan komunisme. Tapi pemerintah tidak bisa bertindak atau sengaja tidak bertindak," cetusnya.
Ia menambahkan saat ini kantung-kantung suara NII tersebar ke setiap propinsi. "Ya diseluruh Indonesia terutama Jawa, apalagi di Jakarta banyaklah," pungkasnya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melaporkan adanya jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Pondok Pesantren (Ponpes) al-Zaytun ke Mabes Polri. Namun, tidak ada tindak lanjut.
"Dari dulu sampai sekarang kan tidak ada tindakan apa-apa," kata Ketua MUI Amidan usai diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/4/2011). Penelitian MUI di ponpes yang terletak di Indramayu, Jawa Barat itu dilakukan pada 2002 terkait laporan adanya ajaran yang menyimpang di sana.
Ditemukan ada dua identitas yakni pesantren Al Zaitun dalam segi pendidikannya tidak ada masalah dan tidak bertentangan dengan agama Islam. Di sisi lain, ada dugaan organisasi atau kelompok yang tertutup di sana.
"Orang yang tergabung dalam kelompok (tertutup) itu boleh mengambil harta kita, harta orang tua, atau harta saudara siapa saja, dikumpulkan sedemikan rupa untuk kepentingan NII. Itu hasil penelitian kita," imbuhnya. [bar](Ach/inl)
RIMANEWS
Posting Komentar