.
Masjid Sunda Kelapa
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jelang tutup tahun 2010, Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta sudah mengislam 300 orang. Bila ditotal semenjak tahun 1993, Masjid Agung Sunda Kelapa sudah mengislamkan 16.000 orang.
Dari 16.000 mualaf sebagian kecil diantaranya merupakan para ekspatriat atau warga asing yang menetap di Indonesia.
"Alhamdulillah, berkat program dakwah yang digiatkan di masjid ini, banyak saudara-saudara baru yang mengucapkan dua kalimat syahadat," papar Kepala Bagian Pembinaan Mualaf dan Layanan Konsultasi, Masjid Agung Sunda Kelapa, Anwar Sujana kepada republika.co.id, Jumat (31/12).
Meski begitu, Anwar menilai proses mengislamkan mualaf tidak berhenti sampai pada pemberian keterangan "telah menjadi Muslim" seperti yang tertulis dalam sertifikat saja.
Lebih dari itu, masih ada tanggung jawab moril dari Masjid Sunda Kelapa untuk memberikan pembinaan kepada mualaf agar yang bersangkutan mampu menjalani dunia barunya dengan arah dan tujuan yang jelas.
"Tentu saja, mengislamkan mualaf memang mudah tapi akan mulai sulit ketika mualaf mulai menapaki hidup barunya," kata dia.
Karena itu, pihaknya senantiasa melakukan bimbingan melalui program pembinaan mualaf yang berlangsung selama 6 hari. Pembinaan dan bimbingan itu dimaksudkan memberikan fondasi yang kokoh dalam diri para mualaf.
"Menjadi mualaf sangatlah berat. Pertama tentu dia harus beradaptasi dengan agama barunya. Perlu dicatat pula, tidak semua keluarga mualaf memberikan dukungan. Belum lagi persoalan lain yang sangat berpengaruh seperti ekonomi, sosial dan budaya yang melatari kehidupan mualaf sebelumnya," kata dia.
Harus diakui, kata Ahmad, membina mualaf itu jauh lebih berat ketimbang membina pribadi yang memang dibesarkan dalam keluarga Muslim. "Di awal saya utarakan, menjadi mualaf tidaklah mudah. Beban mereka sangat berat apalagi ketika faktor minusnya dukungan keluarga atau tekanan lainnya cukup besar," katanya.
Sebagai contoh saja, papar Anwar, sudah ada paguyuban mualaf yang berada dalam pembinaan Masjid Agung Sunda Kelapa. Didirikan 31 Juli 2010, anggota paguyuban ini baru berjumlah lima orang.
Itupun hanya empat orang yang aktif.Meski begitu, Anwar, optimis paguyuban ini bersama program pembinaan yang disiapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap peningkatan dakwah di kalangan mualaf.
Ke depan, kata Anwar, meski fokus umat Islam terhadap pembinaan mualaf masih jauh dari harapan. Pada akhirnya, umat Islam tanah air akan menaruh perhatian dalam perkembangan mualaf.
Soal itu , menurut dia, memang membutuhkan peran kesadaran dan kepedulian. "Kelak para mualaf ini akan berperan dalam mewujudkan kemajuan Islam," pungkasnya.
Dari 16.000 mualaf sebagian kecil diantaranya merupakan para ekspatriat atau warga asing yang menetap di Indonesia.
"Alhamdulillah, berkat program dakwah yang digiatkan di masjid ini, banyak saudara-saudara baru yang mengucapkan dua kalimat syahadat," papar Kepala Bagian Pembinaan Mualaf dan Layanan Konsultasi, Masjid Agung Sunda Kelapa, Anwar Sujana kepada republika.co.id, Jumat (31/12).
Meski begitu, Anwar menilai proses mengislamkan mualaf tidak berhenti sampai pada pemberian keterangan "telah menjadi Muslim" seperti yang tertulis dalam sertifikat saja.
Lebih dari itu, masih ada tanggung jawab moril dari Masjid Sunda Kelapa untuk memberikan pembinaan kepada mualaf agar yang bersangkutan mampu menjalani dunia barunya dengan arah dan tujuan yang jelas.
"Tentu saja, mengislamkan mualaf memang mudah tapi akan mulai sulit ketika mualaf mulai menapaki hidup barunya," kata dia.
Karena itu, pihaknya senantiasa melakukan bimbingan melalui program pembinaan mualaf yang berlangsung selama 6 hari. Pembinaan dan bimbingan itu dimaksudkan memberikan fondasi yang kokoh dalam diri para mualaf.
"Menjadi mualaf sangatlah berat. Pertama tentu dia harus beradaptasi dengan agama barunya. Perlu dicatat pula, tidak semua keluarga mualaf memberikan dukungan. Belum lagi persoalan lain yang sangat berpengaruh seperti ekonomi, sosial dan budaya yang melatari kehidupan mualaf sebelumnya," kata dia.
Harus diakui, kata Ahmad, membina mualaf itu jauh lebih berat ketimbang membina pribadi yang memang dibesarkan dalam keluarga Muslim. "Di awal saya utarakan, menjadi mualaf tidaklah mudah. Beban mereka sangat berat apalagi ketika faktor minusnya dukungan keluarga atau tekanan lainnya cukup besar," katanya.
Sebagai contoh saja, papar Anwar, sudah ada paguyuban mualaf yang berada dalam pembinaan Masjid Agung Sunda Kelapa. Didirikan 31 Juli 2010, anggota paguyuban ini baru berjumlah lima orang.
Itupun hanya empat orang yang aktif.Meski begitu, Anwar, optimis paguyuban ini bersama program pembinaan yang disiapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap peningkatan dakwah di kalangan mualaf.
Ke depan, kata Anwar, meski fokus umat Islam terhadap pembinaan mualaf masih jauh dari harapan. Pada akhirnya, umat Islam tanah air akan menaruh perhatian dalam perkembangan mualaf.
Soal itu , menurut dia, memang membutuhkan peran kesadaran dan kepedulian. "Kelak para mualaf ini akan berperan dalam mewujudkan kemajuan Islam," pungkasnya.
Posting Komentar