Lebih lanjut, Sumardy membenarkan bahwa cara ini ditempuhnya dalam rangka peluncuran buku karangannya yang berjudul Rest In Peace Advertising: The Word of Mouth Advertising terbitan PT Gramedia Pustaka Utama. Menurut dia, strategi kampanye pemasaran yang dilakukan perusahaan saat ini sangat membosankan. Alhasil, ia pun terpikir ide gila ini. “Biaya beli peti mati lebih murah, ketimbang pasang iklan,” kata Sumardy.
Ia mengungkapkan bahwa biaya yang diperlukan untuk membuat peti mati yang dibeli di Pondok Labu plus ditambah ongkos kirim hanya menghabiskan sekitar Rp 50 juta.aSementara untuk pasang iklan bisa menghabiskan miliaran rupiah. Strategi ini, diakuinya, sebagai bentuk edukasi pemasaran. “Iklan sekarang hanya meniru. Konsumen harus diapresiasi dengan iklan yang tidak membosankan,” tuturnya.
Lalu, siapakah sebenarnya Sumardy itu?
Dalam buku yang dijadwalkan akan diluncurkan pada Senin sore ini, tertulis bahwa Sumardy adalah CEO sekaligus pendiri perusahaan konsultan marketing, Buzz & Co. Kantor Buzz & Co sendiri berada di Mayapada Tower 19th, Jl Sudirman Kav 28, Jakarta.
Dalam catatan singkat biografinya, perusahaannya sebagai pioner strategi pemasaran mulut ke mulut atau “Word of Mouth and Community Marketing Agency” dan Principal dari Onbee (word of mouth marketing research agency. Strategi pemasaran ini telah disertifikasi Asosiasi Marketing Amerika Serikat.
Dia juga anggota ESOMAR, Internastional Advisory Council for The Marketing Profession at International Institute of Marketing Professional (IIMP). Dia juga anggota dari Institute of Sales and Marketing Management, United of Kingdom (UK) dan Professional Certified Marketer (Amerika Marketing Association).
Sumardy penulis buku Rest in Peace Advertesing (kanan) dan Silvana Martin (kiri) yang membantu Sumardy menulis buku |
Salah satu alasan dia melakukan promosi dengan peti mati adalah sesuai dengan judul buku yang dirilisnya ‘Rest ini Peace Advertising’. Cara pengiriman peti mati lebih efektif dan murah dibanding cara biasa.Sebagai materi tulisan di bukunya, Sumardy mengambil sampel cara sukses strategi pemasaran pengusaha Bob Sadino di awal berdiri toko Kem Chick-nya.
Caranya? Bob sengaja menginginkan pelanggan tokonya tidak puas dengan barang di tokonya, yakni telur. Bob yang memiliki peternakan ayam sengaja meletakkan sebutir telur busuk di tumpukan telur yang dipajang di tokonya. Padahal, di tempat yang sama, Bob memampang pengumuman telur yang dijualnya 100 persen ‘fresh’.
Sejak awal, Bob memang sengaja mengincar seorang ibu ekspatriat yang cerewet dan yang akan membeli telur busuk itu. Setelah mangsa didapat, keesokan harinya ibu tersebut datang kembali dan marah-marah. Bob pun menepati janji jaminan tokonya dengan menukarkan sebutir telur busuk itu dengan 2 kg telur segar.
Efeknya, si ibu itu selalu menceritakan pengalamannya ini ke banyak orang dan secara tidak langsung menjadi marketing toko Kem Chick milik Bob. Dalam tempo singkat, telur yang dijual pengusaha Bob tersebut menjadi terkenal dan laku keras.
(Sumber 1)
(Sumber 2)
Ide nya bener-bener gila, cuman sayang yang awalnya mau ngirit biaya promosi malah jd boros, kalo biaya iklan biasa ngabisin milyaran sedangkan biaya iklan peti mati ngabisin 50jt + dipenjara. ini mah namanya konyol.
ide marketing dg peti mati sebenarnya menarik & pasti bikin orang lain ngomong ttg ini.. tapi di sisi penerima peti itu apa mau dikirimin spt itu.. khan secara psikologis seolah-olah dalam waktu dkt perusahaannya bakal mati!
tolong dg cara lain yang lebih sopan akan lebih dihargai.
Posting Komentar